Rabu, 18 Mei 2016

[Novel] RE: Oleh Maman Suherman

Pernah kutanya,
adakah surga untuk Re: yang bergelimang dosa?
Jawabmu, semua orang berkalung salah dan dosa.
Tak ada yang bisa jangkau surga,
kecuali karena ampunanNya.
Re:, katamu, Tuhan bagi siapa saja!

Sambil menanti film AADC 2, saya dan teman berkutik dalam gelutan buku-buku Gramedia di sebuah mall daerah Daan Mogot yang terbilang kecil. Berpencar lah kami, ia menuju rak buku mengenai pola desain bangunan sedangkan saya berkeliling hendak mencari novel terbitan Metropop. Tetapi langkah saya terhenti ditengah tumpukan novel-novel tipis. “Ahh novel teenlit” pikir saya. Kemudian mata saya tertuju pada sebuah novel dengan desain yang amat menarik. Penuh warna. Saya baca bagian belakang berharap menemukan ringkasannya, sayang... saya hanya menemukan dua kalimat disana berupa peringatan. Saya letakkan kembali novel tersebut. Meraih novel sebelahnya, masih dengan penulis yang sama. Kali ini saya mengangguk membaca bagian belakang novel tersebut, tetapi sayang... saya tidak menemukan novel itu yang sudah tidak dibungkus plastik sebagai ulah kejahilan tangan pengunjung lain hehe. Masih untung costumer yang pasti membeli, lah kalau orang hanya masuk hendak liat-liat alias pengunjung, masa iya tangannya berani iseng?. Mata saya tak hentinya menelusuri novel-novel tipis tersebut, hingga pada satu novel. Tanpa ragu saya mengambil novel yang kebetulan warna cover nya sama dengan harga nya; biru.

Apa yang membuat sebuah novel menarik untuk dibaca? Salah satunya ialah imbuhan kisah nyata.

Re: perempuan berusia 21 tahun dengan satu anak, bekerja sebagai pelacur. Jumlah hutang yang katanya ia miliki, memaksanya menjadi pelacur dibawah naungan Mami Lani. Bila kita identiknya dengan pelacur ialah pekerja seks para lelaki, lain hal nya dengan Re:, pelacur lesbian. Yang berarti ia (bersama teman-temannya) hanya melayani wanita saja. Dari satu wanita hingga sekelompok atau seorang wanita biasa hingga konglomerat, akan mereka layani. Yang penting adalah ba-ya-ran-nya. Tak ragu pula para pelanggan Mami tsb membayar berkali-kali lipat demi seks dengan pelacur lesbian.

Lantas apa yang membuat Re: dan teman-temannya menjadi pelacur lesbian? Apakah lesbian lebih aman dari penyakit? Apakah memang murni hanya hutang atau tuntutan ekonomi? Mengapa para pelacur itu tidak kabur saja? Dan segelintir pertanyaan lainnya yang ada di kepala kita. Jawabannya ada di dalam novel karya Maman Suherman ini. Berlatarkan era 80'an, dengan tempat dan waktu yang sering kita lewati (di Jakarta) sangat memudahkan bagi kita untuk menggambarkan senyata apakah kisah Re: ini. Walaupun mengangkat tema yang cukup berat mengingat kejadian beberapa belakangan mengenai topik serupa, Kang Maman (sapaannya) menyajikan novel berjumlah 154 halaman ini dengan penuturan yang apa adanya serta gaya penulisan yang sederhana. Sehingga kita tidak perlu khawatir kebingungan saat membacanya. Belum lagi yang menambahkan daya jual novel ini ialah label kisah nyata. Memang tidak ditemukan label tsb di bagian novel, tetapi dengan pernyataan sang penulis bahwa ia menulis berdasarkan skripsi ia buat berpuluh tahun yang lalu.

Bila biasanya novel-novel melahirkan mantra ajaib yang dijadikan kalimat motivasi, tetapi tidak dengan goresan tinta Kang Maman ini. Dalam novel terbitan 2014 ini tidak ditemukan quotes yang berarti. Selain untuk membuatnya real, penggunaan kalimat simpel juga bisa menjadi tamparan bahwa kita tidak perlu menjadi (sok) pintar untuk mengetuk hati dan pikiran orang. Satu kata untuk menjelaskannya ialah sederhana. Hal ini wajar terjadi mengingat tokoh utama Re: bukanlah seorang pujangga apalagi akademisi. Sehingga kalimat yang ia lontarkan pun apa adanya. Bahasa rakyat. Bahasa sehari-hari. Bahasa yang sering kita gunakan dan dengar. Tetapi apakah itu hal buruk? Belum tentu. Justru hal ini yang menjadi nilai lebih pada karya keempatnya Kang Maman. Sebab apa yang diucapkan Re: kerap kali tidak terpikirkan oleh kita yang sudah berpikir rumit. Apalagi bagi kita yang suka merasa pintar, rasanya bagaikan tamparan ocehan Re: yang sering mengkritisi kehidupan. Ironisnya tak jarang kita yang berpendidikan tinggi malah dikritisi kehidupan. Oleh sebab itu, ketimbang menyajikan quotes Kang Maman memilih penggambaran kejadian yang berarti. Yang mengena dan berkesan pada pembaca.

Ia diam terpaku. Air matanya meleleh.
Kamu saja.Datangi dia, dan peluk dia,” jawabnya lirih
Lha, ngapain kamu kemari kalau harus aku juga yang memeluknya.”
Sudah, kamu kesana, peluk dia..... Peluk dia, untukku.”
Kamu saja sendiri.”
Gue keringetan.”
Nggak apa-apa. Ayo, sana....”
Gue ini pelacur.....,” kata Re: nyaris tak terdengar. “Jangan sampai ditubuhnya melekat keringat pelacur. Peluk dia untukku.”

Re: bukanlah pelopor gerakan reformasi perubahan untuk para pelacur, apalagi pahlawan yang namanya bisa ditemukan dibuku sejarah. Ia tidak menyelamatkan banyak orang, bahkan ia tidak menyelamatkan dirinya sendiri. Ia hanyalah orang biasa, penduduk pada umumnya, bukan orang terkenal. Pun setelah kita mengenalnya melalui novel ini, kita tetap tidak tahu seperti apa rupa sosoknya. Re: adalah momok bagi masyarakat, karena ia seorang pelacur lesbian. Tetapi Re: juga manusia, juga seorang wanita, juga seorang ibu. Seorang ibu dari putri semata wayang yang kini bergelar PhD dan MBA dari universitas di Jepang. Re: gagal menjadi sosok ibu ideal pada umumnya. Disaat para ibu lain bangun shubuh-shubuh untuk menyiapkan bekal bagi anak mereka, Re: bangun pagi untuk bersiap menuju tempat pelanggannya. Pada siang hari para ibu mencuci pakaian anak dan suami, Re: tengah menjilati vagina pelanggannya. Re: adalah pelacur lesbian. Re: adalah sampah masyarakat. Bahkan temannya Shinta pernah berkata; “Kita harus berhenti. Tapi mau kerja apa? Kerja jadi orang baik-baik? Emangnya bisa? Kalaupun bisa, emangnya orang lain mau terima lonte? Bekas lonte?. Lonte itu sepertinya saja hidup karena masih bernapas, padahal sudah mati. Sering dianggap bukan manusia. Kalau sudah tidak diperlukan, dibuang begitu saja. Dikejar-kejar seperti coro. Diinjak-injak sampai nggak berbentuk!”

Ada banyak hal yang sebenarnya berpotensi dibahas lebih mendalam oleh penulis. Makanya saya sedikit kecewa mengingat betapa tipisnya novel terbitan penerbit KPG ini. Walaupun masih ada kelanjutan kisah Re: di sekuel peREmpuan, saya tetap tidak puas. Saya berharap Kang Maman mau menyajikannya dalam bentuk novel setebal lima ratusan, sehingga kita pembaca dapat memiliki ikatan dengan sang tokoh. Tidak hanya rasa iba yang muncul, tapi ada sebuah ikatan kuat yang lebih intim.

Terakhir, bila perjalanan Re: diangkat menjadi film festival (bukan komersil) saya 100% akan mendukung dan menontonnya. Saya harap Kang Maman menjajal jadi sutradara lalu menyusul kesuksesan Djenar Maesa Ayu hehe. Apalagi saya juga akan menantikan siapakah sosok yang mampu menggambarkan Re: di dunia ini dengan brilian, sosok yang membuka pikiran kita apakah hidup untuk bekerja, atau bekerja untuk hidup?

1 komentar: