..kalau benar cinta namanya
perasaan yang berkobar
dihatinya itu!
Dia hanya ingin berada di
dekat gadis itu.
Mengobrol. Saling pandang.
Saling bertukar senyum.
Memegang tangannya.
Dimana letak kesalahannya?
Terima
kasih kepada kawan saya yang tidak mau dipanggil my dear
truk-gandeng friend. Gembira
tidak kepalang saya menerima hadiah ultah berupa Saman karya Ayu
Utami. Berhubung saya juga memang tengah mencarinya kala itu, you
know me so well dear~. Karna
kan yang berkeliaran di Gramed hanya yang versi Bahasa Inggris, dan
itu harganya bisa dua kali lipat (wew).
Tapi
bukan novel Saman yang akan saya bahas, melainkan novel yang teman
saya itu memaksa untuk membelikannya. Dia yang bersikekeuh untuk
memesannya di ol shop ngamuk
pada saya untuk membiarkannya membelikannya. Saya menolak. Sudah
cukup hadiah yang saya terima darinya. Titik. Tidak bisa diganggu
gugat. Well, itulah
saya, saat sedang membuat keputusan menolak, maka tidak ada pula
tawar menawar. Akhirnya saya transfer lima puluh ribu pada hari
kamis, dan pada sabtunya menerima paket berupa sebuah novel
bersampul hijau kuning ala kemarau.
Warga
sekolah termasuk guru bahkan orang tua mereka tahu, bahwa Sisi dan
Airin menjalin hubungan spesial. Walaupun statusnya Airin tengah
terikat dengan seorang pria bernama Frans (yang nantinya juga menjadi
roommates dan suami).
Semenjak dipergoki berpelukan di toilet sekolah saat perpisahan
upacara kelulusan itu lah, Sisi memutuskan melupakan Airin, yang
tengah meninggalkan tanah air demi mencari kebebasan.
Tahun
silih berganti, mereka dipertemukan lagi saat reuni di usia ke 24
tahun mereka. Dan lagi Sisi memilih menghindar,
melupakan benih perasaan yang tetap mekar di relung hatinya, yang
tidak mungkin disentuh oleh orang lain. Takdir mempertemukan mereka
kembali saat Sisi sudah menikah dengan teman kuliahnya dan memiliki seorang anak, lain hal nya Airin yang
masih menolak untuk “berpura-pura” menjadi istri dan menikah
dengan Frans, pria sempurna yang nantinya menerima dia apa adanya.
Sayangnya, Frans ini tidak pernah bisa mendapatkan cinta dari
Airin. Karna Airin tidak akan pernah melupakan benih perasaan yang
tetap mekar di relung hatinya, yang tidak mungkin disentuh oleh orang
lain.
Novel
yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1983 ini benar-benar sulit
digambarkan. Terlalu sempurna. Pada paruh awal saya dibuat bosan, karna banyaknya
penjabaran hidup Sisi yang menjadi koasisten dokter dan ketakutannya
pada seorang dokter galak. Lalu saya sadar, hal tersebut dilakukan
Mira W. guna memberi penggambaran kuat mengenai latar belakang
dan karakter tokoh Sisi.
Oh
ya, Ini bukan FTV jaman dulu yang tenar Jungkir Balik Dunia
Sisi. Walaupun
ini novel juga membuat tokoh Sisi jungkir balik menjalani
kehidupannya hahaha.
Kita
selaku pembaca juga diajak sepak terjang Sisi demi mendapatkan
prestige wanita terhormat. Benar
lah kata orang. Untuk
membangun nama baik diperlukan bertahun-tahun, dan untuk membuatnya
buruk cukup satu menit. Satu
hal yang dikorbankan Sisi demi mendapatkan prestige tsb,
yakni cintanya. Lain hal nya dengan Airin, yang kerap berani
menunjukkan cintanya pada Sisi kepada dunia. Penulis sukses juga
membuat saya jatuh hati pada Airin, pribadi yang kuat dan berani
melawan dunia bahwa ia
mencintai seorang dokter bertubuh kecil ini!.
“Dalam setiap pabrik
selalu ada produk yang rusak, Sis. Kitalah produk itu. Kita harus
menerima apa adanya, Sis. Buat apa menipu diri? Kita jadi begini
bukan salah kita. Tapi kita sudah terlanjur ada. Kemana mereka hendak
membuang kita? Dengan berpura-pura mencintai seorang lelaki. Itu yang
kamu sebut menyesuaikan diri? Aku justru belajar dari pengalamanku
sendiri. Percuma berpura-pura mencintai seorang laki-laki! Aku tidak
pernah mencintai seorang laki-laki!”
Menggunakan
sudut pandang orang ketiga dengan dominasi pada kehidupan Sisi,
penulis sukses membuat pribadi wanita seorang dokter itu melekat pada
kita. Seakan kita ini teman dekat Sisi, dan Sisi ada dalam kehidupan
kita. Saya suka penggunaan detail mengenai Sisi begitu sukses membuat
kita bisa memahami perasaannya, terutama bila kita juga pernah di
posisinya. Dilema.
Saya
benar-benar salut pada Mira W. yang membuat novel asmara dua wanita
ini begitu indah. Begitu pilu. Begitu realistis. Sederhana tetapi
tidak murahan. Ending hearbreaking
dengan elegan. Apalagi mematahkan pandangan bahwa kisah asmara dua
wanita dalam novel selalu berakhir di ranjang, diatas kasur. Karna
Sisi yakin bahwa cinta mereka tidak perlu dinodai seks. Walaupun
Airin sebaliknya ia bersikeras bukan
karna nafsu lah bila mereka melakukannya, melainkan atas nama cinta.
Lalu, pada akhirnya tetaplah Airin mengalah demi 'kehormatan' wanita
pemilik hatinya.
Memangnya
mudah hidup dengan penyakit ini? Memangnya kemauan kita untuk hidup
menjadi wanita yang jatuh cinta pada teman sebangku sendiri? Yang
memiliki fisik sama dengan kita.
Saya berterima kasih kepada Mira W. juga selaku penulis novel dengan jumlah sebanyak 280 hlm ini menyajikannya begitu brilian, bravo!. Tidaklah mudah hidup menjadi orang sakit. Sungguh tidak mudah. Jangan karna mereka adalah sama-sama wanita, bukan berarti mereka bebas melakukan segala hal. Tidak!. Dan jangan pernah menyebut mereka lesbi, sebab bukan kosakata lesbi lah yang menjadi alasan mereka jatuh cinta dengan wanita.
Saya berterima kasih kepada Mira W. juga selaku penulis novel dengan jumlah sebanyak 280 hlm ini menyajikannya begitu brilian, bravo!. Tidaklah mudah hidup menjadi orang sakit. Sungguh tidak mudah. Jangan karna mereka adalah sama-sama wanita, bukan berarti mereka bebas melakukan segala hal. Tidak!. Dan jangan pernah menyebut mereka lesbi, sebab bukan kosakata lesbi lah yang menjadi alasan mereka jatuh cinta dengan wanita.
“Selalu
wanita?”
“Bukan
selalu! Tidak setiap! Cuma kamu! Kapan kamu baru mau mengerti, Sis?
Aku bukan lesbi! Aku cuma mencintaimu. Cuma kamu!”
waw, review yang bagus. aku sudah membaca novel terbitan pertama, karena waktu saya mencari novel ini sekitar 5 tahun lalu sangat sulit. sampai akhirnya saya dapat dengan googling, dan ada yang menjual secondnya. mungkin disni mereka tertangkap sedang berpelukan, tapi untuk terbitan pertamanya mereka dipisahkan hanya karena terlihat saat berpegangan tangan, dan itu membuat saya sendiri gemas membacanya. saya gemas dengan karakter sisi yang sangat keras, tapi itu pun karena latar belakang keluarganya yang mejadikan dirinya seperti itu. tentu beda dengan karakter airin yang mempunyai latar belakang keluarga berbanding 180 derajat dengan sisi, dan aku suka dengan kesetiaan airin akan sisi, yang hanya menjadikan sisi satu-satunya wanita, bukan hanya wanita tapi manusia yang menempati hati airin sepenuhnya.
BalasHapusterima kasih atas review bukunya, walaupun saya sudah membaca bukunya, tapi membaca review ini membuka kembali kenangan airin dan sisi. salam ....
Bagus reviewnya mbak, pengen baca tapi udah susah nyarinya. Kalau boleh saya beli mbak😊 oh ya ini no wa/hp saya 081311431972
BalasHapus