Selasa, 19 Juli 2016

[Novel] Falling Oleh Rina Suryakusuma

You don't walk into love.

You fall in.

That's why

it's so hard to get out



Karna sudah bolak-balik ke Gramedia, juga security yang mungkin melototi saya keluar-masuk, akhirnya saya putuskan mengikuti kata hati untuk membawa novel bersampul gelap ini ke meja kasir.

Selintas Carly memiliki hidup yang sempurna, memiliki orang tua penyayang, calon tunangan yang tampan dan perhatian, dan dikelilingi sahabat-sahabat yang selalu ada hingga wanita yang bergelar sarjana ekonomi ini mampu bekerja di sebuah perusahaan terbaik di Asia Tenggara. Dan kebetulan lainnya Carly harus bekerja dibawah divisi leasing dengan atasan yang super-duper dingin dan workholic, Maggie. Yup! Dari plotnya udah keliatan kalo ini akan menjadi asmara antara pegawai dan atasannya. Office lady again. Satu-satunya pembeda novel ini dengan kisah cinta yang disajikan terjadi antara dua wanita. Carly dan Maggie.

Biasanya ada dua alasan mengapa saya mengupas sebuah novel, pertama, novel itu perlu di apresiasi karena mampu membuat saya terbayang-bayang seusai menelan habis novel tsb. Kedua, novel itu membuka mata saya pada pemahaman baru. Dan yang manakah novel Falling itu? Tidak keduanya. Saya pun setengah hati membuat tulisan ini kawan -_-


Unik sekali Rina Suryakusuma 'menggemblengkan' begitu saja bahwa tokoh utama jatuh cinta dengan atasannya seorang lesbian pada lembar pertama novel ini. Rasanya sudah lama saya tidak membaca novel beralur campuran. Gaya penulis yang membuat cinta Carly terhadap Maggie begitu simpel, dan straight to the point. Tidak dilebih-lebihkan, tidak dibuat extraordinary. Kisah cinta dua wanita sama lurus nya dengan kisah pria-wanita. Kisah cinta yang mulai tumbuh karena sebuah kerokan, that's cute indeed.
Saya mungkin terlalu memberikan ekspektasi tinggi terhadap novel terbitan Metro Pop ini. Kenapa? Saking sederhananya kisah yang dipaparkan, banyak hal yang berakhir buntu. Dan berujung kata; mem-bo-san-kan.

Ketika membaca novel, bila saya mendapat suatu kondisi aneh biasanya saya akan bertanya-tanya dan berharap menemukan jawabannya hingga akhir lembar. Kalaupun tidak ada jawaban langsung, saya harap penulis tidak membuat tulisannya menjadi terombang-ambing alias tidak jelas maksudnya apa. Saya kecewa novel yang berjumlah 320 halaman ini malah meninggalkan banyak pertanyaan dalam situasi yang seharusnya perlu dijelaskan. Banyak hal yang terkesan diputuskan begitu saja, tidak digali lebih dalam. Ibarat rambut, saya merasa penulis yang seharusnya membiarkan rambutnya tumbuh panjang dan terurai begitu saja, bukan malah memotong paksa beberapa helai, sehingga membentuknya tidak rapi kembali. Meninggalkan kesan berantakan.

Tidak ada keluarga yang suka putrinya jatuh cinta dengan sesama perempuan, bukan menikah lalu hidup baik-baik. Percayalah, tak ada! Mereka ingin anak mereka membentuk keluarga dan memiliki keturunan, calon cucu yang akan mereka peroleh. Coming out, bukanlah sesuatu hal yang mudah, Carly. Risikonya begitu besar. Kamu akan dijauhi. Kamu akan dicibir oleh lingkunganmu. Bahkan mungkin, keluargamu tidak akan mengakuimu sebagai anak lagi. “

Jujur, saya kecewa sekali dengan Falling. Saya sampai bingung apa yang mau dibahas dalam ulasan kali ini. Karna saya malas. Malas membahas novel yang saya sendiri menyesal telah membelinya. Saya pikir seharusnya penulis bisa membuat kegundahan Carly yang jatuh cinta dengan wanita itu bukan lah sebuah pilihan. Apakah Carly yakin yang ia alami murni sebuah cinta bukan karna hasrat ketertarikan seks yang kuat bersama wanita lain? Apakah Carly tau bahwa mencintai wanita bukan hal yang mudah? Bagaimana kegundahannya saya rasa lebih dari sekedar duduk dikarpet kamar dan melamun membayangkan wanita pujaan hatinya.

Dan lagi, untuk kesekian kalinya saya menemukan lesbian yang lahir dari keluarga tidak sempurna seperti Carly. Maksud saya, keluarga Carly tidak benar-benar menyayanginya. Lihat saja pada halaman sekian dimana penulis memaparkan bahwa ibu kandungnya pergi meninggalkannya. Dan bagaimana ayahnya menanggapi Carly yang jatuh cinta dengan wanita lain rasanya.. hampir sulit diterima. Satu-satunya kisah keluarga yang logis ialah kisah hidup Maggie.

Selain respon ayahnya, respon orang-orang sekitar Carly juga terkesan sulit dicerna. Jo Anna yang 'katanya' teman dekat sejak SMA pun tidak memberikan kontribusi besar dalam novel ini. Saya pikir perannya sebagai sahabat tidak sungguhan. Saya tau, membandingkan suatu hal memang tidak baik, tapi saya hendak memberi contoh kesuksesan penggambaran sahabat yang mengetahui temannya seorang lesbian yakni pada novel 20.30.40 Club Camilan, pada bagian karya Rara Pramesti. Dia begitu baik menggambarkan penolakan seorang sahabat yang meninggalkan pikiran rasionalnya mengenai seorang lesbian, mengenai penetrasi yang bukan dilakukan dengan jari.

Juga saya merasa kasihan pada tokoh calon tunangannya, Seth. Mengapa ia digambarkan sebagai pria yang jahat? Mengapa ia di ceritakan bagian-bagian mengganggunya? Mengapa tunangannya begitu dibuat seorang tokoh bawel yang menyebalkan? Untuk kesekian kalinya, lagi-lagi seorang pacar digambarkan tidak baik, tidak 'sempurna', seperti penggambaran tunangan Cinta di AADC 2. Saya pikir sekalian saja tokoh utama dibuat men-phobia karna ia menyadari selama ini ia jatuh cinta dengan pria yang salah. Padahal akan lebih tepat bila pacar Carly tidak semata-mata hanya di'munculkan' dalam sikap bawelnya.

Tapi yang lebih menyedihkan dan cringe worthy dengan kebuntuannya ialah, tokoh Laura. Yang katanya ex partner. Padahal bisa saja adanya tokoh Laura akan memberikan problematika tersendiri mengingat pengorbanannya telah dijelaskan oleh Maggie. Saya ingat dengan jelas, saya pikir penjabaran Maggie betapa banyaknya hal yang telah dikorbankan oleh Laura demi wanita yang ternyata meninggalkannya. Saya bahkan muak dengan penjelasan " Dia hanya mantan Carl! ". Yeah so what, Mag? Kamu bilang dia udah ngorbanin segalanya untukmu dan rasanya jahat sekali bila kamu meninggalkannya. Dan kamu gak mau ada wanita lain melakukan hal yg sama, tapi kamu malah bersama wanita yang gagal bertunangan?. Satu lagi potensi yang bisa digali mengalami kegagalan oleh penulis.


Saya mengerti Rina selaku penulis ingin membuat tulisannya terkesan akrab dengan para pembaca, dengan latar belakang kantor kesibukan sana-sini, maksud saya lesbian mana yang gak akan nolak baca novel ini? Bahkan para hetero juga akan tertarik dengan premis klise ini. Tapi salah satu yang harus diingat ketika kita ingin membuat sesuatu sederhana ialah buatlah sejujur mungkin, apa adanya tetapi tidak terkesan murahan. Jika menggambarkan novel ini dengan sebuah film, maka film yang tepat ialah film lesbian coming of age nya Thailand yakni Yes Or No. Dimana novel ini dan film tsb memiliki kesamaan yakni, memiliki premis yang biasa dan bermodalkan kisah cinta lesbian yang cantik dan tampan. Kisah klise. Romansa picisan. Yaa.. kalian tau, hal klise itu masih dicintai publik, sementara saya.. membenci hal klise. 

Terakhir saya ingin mengapresiasi karya Rina Suryakusuma ini yang berani mengangkat topik tabu di tanah air. Terima kasih, semoga sukses dengan karya Gravity yang sempat membuat saya melirik ke cover orange hijau itu hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar