Senin, 08 Agustus 2016

[Movie] Deep Red Love (赤赤煉戀)


Menurut Joko Anwar, pada hakikatnya arti movie dan film itu sama. Tetapi, adapula artian yang mengacu bahwa movie lebih ke bentuk profit hiburan, sedangkan film sendiri lebih mengutamakan seni artistiknya. Well, apapun itu saya tetap menganggap kedua istilah tersebut sama, dijudul saya akan menggunakan tag movie dan saat pembahasannya menggunakan kata film (agar lebih mudah).

Setelah hari sabtu lalu saya menonton Bilocation (secara tidak sengaja), rupanya Waku Waku Japan juga akan menayangkan film horror lainnya di hari minggu. What I Long For, demikian judul yang tertera pada channel di tv kabel tersebut. Tak puas dengan informasi yang tercantum di tv, saya bersusah payah mencari ke om gugel dan yang saya dapatpun sama informasinya mengenai film yang dirilis tahun 2013. Kecewa. Dan ternyata film ini lebih dikenal dengan judul Seki Seki Ren Ren atau Deep Red Love.

Selintas penonton hanya disuguhkan kehidupan gadis sekolah menengah yang biasa bernama Juri. Menggunakan seragam outer cokelat, ia berkeliling dari rumah hingga ke gedung sekolahnya. Duduk dikursi belakang tempatnya dan menguping gosip para gadis yang tengah bolos di ruang olahraga. Mungkin kita sudah mengira bahwa Juri ini adalah roh, dan itu benar sekali. Ia juga baru menyadari dirinya sudah mati karena bunuh diri lompat dari atap sekolah pun lupa, apa alasan ia bunuh diri?.

Selain dirinya yang kini bergentayangan dan tidak dapat berkomunikasi dengan siapapun (termasuk menyentuh benda), ia juga dapat melihat “sesuatu” yang berusaha membujuk manusia untuk bunuh diri bila dalam kondisi paling depresi. Juri menyebutnya Manusia Serangga, karena memang bentuknya menyerupai serangga.

Mungkin bagi penonton awam film yang disutradarai oleh Kazuya Konaka ini terasa membosankan, karna melulu menyajikan Juri yang tengah berjalan-jalan. Belum lagi monolog-monolog yang terasa sukar dicerna. Padahal sungguh, film ini sangat bagus. Menurut saya, sebuah film yang bagus ialah saat kita sudah menontonnya hingga habis, film tersebut meninggalkan kesan tersendiri bagi kita hingga membawa pikiran kita tetap melayang dikala berbaring dikasur.


Kehidupan Juri sejatinya sudah sempurna, memiliki pribadi yang likeable dan pemberani yang membuatnya terlihat menyenangkan dijadikan teman. Ia juga memiliki seorang crush di kelasnya yang merupakan teman sejak kecil. Tak ketinggalan juga ia dibesarkan oleh cinta kasih ibunya yang perhatian. Sosok gadis yang pasti ada di sekitar kita, sosok yang mungkin dulu adalah teman sekolah kita. Lantas saat kita disuguhkan kehidupan sempurna sedemikian indahnya, kita penonton akan bertanya-tanya mengapa Juri berpikiran begitu dangkal hingga memutuskan bunuh diri? Meninggalkan orang-orang yang menyayanginya.

Apakah ini sebuah hukuman yang harus diterima atas perbuatanku? Tetapi, siapa yang menghukumku? Tuhan? Aku sudah mencari kemanapun, Ia tetap tidak menampakkan diri. Tuhan, jika memang Kau ada, mengapa kau melakukan ini? Mengapa hanya aku? “

Film yang diangkat dari novel karya Minato Shukawa dengan judul yang sama ini juga diisi oleh para aktris yang handal dalam memainkan perannya masing-masing. Tao Tsuchiya selaku Juri sukses membuat saya ikut merasakan depresi melihatnya, seakan kita juga dapat merasakan betapa kesepiannya bila sendirian di dunia besar ini. Belum lagi, perubahan pribadinya yang dari seorang energik menjadi introvert karena perasaan frustasi. Saya suka bagaimana sutradara Konaka dan penulis Shukawa membuat gambaran bahwa semua kehidupan yang terlihat sempurna belum tentu dirasakan sempurna oleh yang merasakannya (baca: pelaku). Yang pada intinya, hal ini merujuk pada manusia tidak pernah merasa puas dan selalu dirundung keresahan yang tidak berarti.

Belum lagi adegan yang diputarkan sebuah lagu berbahasa Inggris seperti musik video, (yang sayangnya saya tidak tahu judul lagu tsb) disaat Juri menjadi gamang karena keberadaannya tidak dianggap. Seriously, adegan itu benar-benar membuat kita merasakan betapa depresifnya Juri. Tetapi, bukan berarti film ini mengajak kita untuk terus-terusan berdepresi ria. Hingga Juri bertemu seorang gadis cilik, Ringo-chan.


Selain Tao Tsuchiya yang memerankan Juri begitu indah, adapula wajah yang tak asing dimata saya, yakni tokoh temannya, Midori. Yang diperankan oleh Fumika Shimizu. Kebetulan saya juga pernah menyaksikan aktingnya di drama I Love Tokyo Legend hehehe. Dan Shimizu ini aktingnya berbeda sekali, bila di ILTL ia menjadi gadis yang jutek dan galak, lain halnya di Seki Seki Ren Ren ini, ia menjadi gadis pendiam, lemah yang jago masak. Sempurna bukan premis persahabatan antara Juri dan Midori? Pasti sudah ratusan kali kita temukan pertemanan macam seperti ini di manga hahaha.

Ada lagi jajaran aktris dan aktor yang mendukung ke”depresi”an film ini, tokoh crush Juri, ibunya Juri, Ringo-chan dan ibunya sungguh brilian memainkan perannya masing-masing. Ditambah twist seorang tokoh di klimaks film. Perfect!


Tidak ada lagi yang bisa saya gambarkan mengenai film ini, sejujurnya saya pun kesulitan bagaimana memberikan deskripsi mengenai film yang berdurasi 83 menit ini. I really love it, indeed. Saya suka bingung bagaimana mendeskripsikan film yang benar-benar membuat saya jatuh cinta. Saya yakin makna yang terdapat dalam film ini pun tidak sedangkal ; jangan bunuh diri, karena bunuh diri bukanlah sebuah jawaban untuk permasalahan, karena ada juga kehidupan orang-orang yang ditinggal bunuh diri, sebab betapapun depresinya, jangan pernah membiarkan Manusia Serangga mengontrol diri kita, seperti apa yang terjadi pada Juri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar