Senin, 03 April 2017

[Night Of Diaries] My Spirit Goes Away

Kamu adalah hal yang berbeda. Bertolak belakang. Menjijikan. Memalukan. Menyebalkan. Yang anehnya, semua tawa dan gesture mu saat berbicara, just two of us bagaikan lukisan yang bernafas di atas kanvas.

Matahari sudah tepat diatas kepala. Aku masih tergeletak sehar- iyak, dua hari diatas kasur. Bukan karna sakit, apalagi tifus. Karena aku menikmati hari libur dari rutinitas sehari-hari. Seandainya kemarin sore tidak hujan, pada satnight aku akan menonton Spirited Away yang tengah screening seminggu di tanah air. Hati sudah bulat, dengan uang dikantong ala kadar. Aku memaksa beli tiket film Ghibli tsb via online.

Tiba di Mall Taman Anggrek, aku langsung menuju XXI yang berada di lantai 4. Waktu aku tidak banyak, jika bukan gara-gara abang gojek yang kebanyakan-omong-tapi-jalan-kaya-siput (Well berkat dia juga sih aku bisa tahu letak persis lokasi pustaka kota barat) aku tidak akan semepet ini datangnya. Memakai kaos biasa dengan jaket dan tas kecil di bahu, aku kaget melihat antrian yg banyak dan cukup bikin bete. Yang lebih betenya lagi ternyata aku tidak perlu menukar tiket online tsb dengan yang fisik, fvck -_-

Aku berjalan memesan minuman terlebih dahulu, lalu beranjak masuk ke studio yang sudah disiapkan khusus bagi kami penikmat kartun animasi fantasi ala Ghibli. Tidak banyak, Hanya seperempat, bahkan tidak sampai seperempat jumlah penontonnya. Beberapa penonton rombongan, pasangan dan teman sejawat. Serupa dengan orang-orang dikanan kiri aku, pasangan. Seandainya kau disini.

Kurang lebih 2 jam film tsb sudah selesai, lampu teater pun sudah dinyalakan. Hanya beberapa orang yang masih menikmati alunan musik penutup film. Termasuk aku. Yang selalu menikmatinya. Menikmati kredit nama-nama dibalik film ajaib ini. Menikmati keindahan goresan tangan sang kreator.

Aku melihat handphone, dan disana muncul pesanmu.

Sambil melangkah keluar dengan handphone ditelinga, kau berkata bahwa diluar sedang hujan. Deras. Aku tidak bisa pulang. Kau bertanya apa aku masih disana? Tentu, aku masih disini. Menunggu hujan reda. Seandainya kau disini secara ajaib.

Suara berisik dari event yang ada di mall membuat obrolan kita tidak terasa hangat. Kuputuskan untuk mengunjungi toko buku. Hanya mengunjungi tentu saja. Memilah-milah novel sastra yang bisa kubaca. Sembari mendengarkan cerita mu yang sudah lama tidak kudengar, Kakiku tidak berhenti melangkah, begitu saja seterusnya. Berputar pada satu tempat, hingga tidak sengaja mataku tertuju pada novel yang indah. Indah karna kau berikan padaku

Aku tertawa sedikit, mengatakan bahwa aku menemukan tsb di Gramed dengan mudahnya. Padahal bila diingat, aku ingat perjuanganmu membelikan novel tsb susah payah via online. Dan aku mengelak bahwa novel-novel itu sama saja. Aku menggeleng. Walaupun tahu sudah pasti gelenganku tidak kau rasakan apalagi dilihat. “Surat yang terselip itu yg membuatnya lebih berharga” ujarku.

Tapi kau kembali mengelak. Entah seberapa kerasnya aku mengatakan bahwa surat itu berharga. Kau selalu menganggap bahwa itu hanyalah sampah. Padahal sampah itu yang memberikan ku kekuatan, those words you said about me, It strangely give me power to become a better person irl

Aku mengalah. Seandainya kau disini, aku ingin sekali memukul wajahmu.

Memilah kembali novel-novel yang menarik. Termasuk novel yang minggu lalu kuceritakan padamu. Ku foto dua halamannya, dan mengirimkannya padamu. “Tidak berfaedah” ucapmu. Aku marah. Tapi aku yakin, kau tau benar bahwa aku tidak sungguh marah. Karna itu bukanlah sosokku bila marah seperti itu.

“ Let’s get lost in a world made of old books, coffee, camp fires, adventure, rainy days & late night conversations with people we love”

Ah.. kau juga sempat bertanya apa aku senang telah menyaksikan film itu?
Jawabannya tidak. Karna aku sudah menyaksikan film tsb. Dan iya film tsb memang spesial. Limited time. Hanya tertentu kita bisa menyaksikannya. Dan sungguh, aku menyaksikannya bukan karna aku ingin. Tapi aku merasa itu adalah sebuah keperluan untuk mendukung sebuah karya yang brilliant di abad ini. Itu... adalah alasan keduaku.

Alasan pertamaku ialah untuk bisa menyaksikannya bersamamu. Dikursi kosong sebelah kananku, kuharap disana kau duduk. Bertanya setiap kejadiannya padaku karna tidak mengerti. Bertanya karna kau begitu bebal dan polos untuk dunia yang jahat ini. Karna setiap tertentu ku menghembuskan nafas, berdoa kita dapat menikmatinya bersama.

Kau juga bertanya mengapa aku sangat menginginkan kita untuk menyaksikan film ini bersama. Kau selalu bertanya ; mengapa.
Jawabannya ; aku tidak tahu. Sejujurnya aku tidak tahu mengapa. Aku hanya tahu bahwa aku perlu menyaksikan film ini bersama seseorang. Entah. Terbesitlah namamu. Otak bodoh pikirku. Pun aku sudah tahu sulit bagi kita untuk bertemu, apalagi menonton film yang hanya tayang tujuh hari itu.

Aku hanya tahu, bahwa aku tidak ingin menikmati film itu sendirian. I want share the joy, happiness, tearful, delight moment in that film with you. Walaupun aku tahu kau akan menertawakan ku saat menangis disalah satu adegan.

Telepon kita terputus. Bukan. Lebih tepatnya kuputus karna aku hendak ke toilet.

Hujan masih turun. Awan gelap masih betah dilangit. Mengeluarkan tangisnya yang menimpa setiap insan sanubari di muka bumi.

Aku tahu ini terdengar konyol, aku terdengar murahan, greasy and cheesy. Semua yang kuketik memang aneh. Bukan karena cinta tapi aku yakin kita lebih memiliki ikatan yang lebih kuat dari itu. More than just friends, but its not love with romantical-thing obviously

Aku cemburu saat mengetahui kau bertemu dengan orang-orang di grup. “Kau pikir aku bersenang-senang disana?”. Masih jelas chat mu bertanya demikian dikepalaku. Kau bertanya aku marah.
Jawabannya ; aku tidak marah. Aku cemburu. Mereka bisa bertemu denganmu. Bahkan sulit bagiku untuk memberikan atau sekedar ucapan selamat ulang tahun kepadamu. Tapi kau benar, kau belum tentu bersenang-senang. Dan bukan berarti setiap waktu kau harus melapor padaku apa aktivitasmu. Atau dengan siapa kau bergaul. Kau benar, itu juga bahkan bukan urusanku. Bukan berarti hanya aku lah satu-satunya temanmu. Tidak perlu semua hal kau ceritakan padaku. Kau benar. Kau memiliki kehidupan sendiri. Tidak perlu melapor dengan siapa kau berjalan, bersenang-senang dan tertawa. Persis seperti dia

Bosan di toko buku, aku berjalan masygul sambil menengok apakah hujan sudah reda. Kemudian sengaja ku menuju arena skating. Ramai. Kedua tanganku yang berada di kantong jaket dingin. Padahal hanya menonton dari lantai atas hahaha

Fokusku berubah-ubah. Dari segerombolan pemuda pemudi tengah berselfie ketimbang bermain, turis asing yang bermain dengan angkuh, para skater anak professional hingga para pengunjung yang nekat hanya berpegangan dipinggir.

Benar. Mengingatkan kita pada hari itu, dimana kita seperti dumb and dumber. Tidak satupun dari kita yang berpengalaman. Bahkan minimal bisa berdiri dengan tegak. Menyenangkan. Karna kau tahu, berkat momen tidak bisa bermain dan menghabiskan uang itu rasa penasaranku terjawab; bahwa bermain ski tidak mudah.
          Hujan kupikir sudah reda, tidak terasa pula aku sudah sejam memperhatikan orang-orang bermain ice skating. Ku segera keluar menuju tempat taksi. Kupikir untuk memesan taksi online, karena lebih murah. Kepalaku berkeringat, walaupun hujan aku merasakan badanku berkeringat. Belakangan memang badanku sedang tidak fit. Ahh lama sekali taksi online ini anyway, sekitar 30 menit ku menunggu diluar. Bersama belasan orang lainnya yang menunggu jemputan. Untung saja kau tidak disini.

Mobil putih datang menjemputku, sang driver menyebutkan namaku dan daerah yang kutuju, dan ku mengangguk.
         
Hujan masih rintik sedang, jalanan tidak begitu macet walaupun sempat tersendat. Tidak seperti biasanya aku yang talktive dengan driver hanya terdiam menatap hujan dari jendela mobil. Handphone bahkan kumatikan sebentar. Menikmati suara radio dari mobil.

Hidupku penuh dualisme. Aku marah, tapi aku mencoba mengerti kenapa aku seharusnya tidak marah. Aku sedih, tapi aku tau bahwasanya air mata ku terlalu berharga untuk kesedihan tsb. Aku bahagi, tapi aku tau kebahagiaanku tidak sejati. Aku benar, tapi aku tahu kebenaranku memiliki kelemahan disudut sisinya. Aku adalah kalimat yang sering diikuti kata tapi.

Aku menulis ini karna kau mengingatkan ku. Aku menonton film itu karna aku ingin menontonnya bersama mu. I know you having a hard times. Do not hold it. Please. My Spirited Goes Away~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar